Pada beberapa tahun terakhir, akibat meledaknya pembangunan perumahan di wilayah Bandung dan Jabodetabek, membuat munculnya industri pembuatan batu bata di Kampung kami. Dalam proses produksi batu bata tersebut, diperlukan tanah lapisan atas yang cukup gembur untuk menghasilkan batu bata sesuai standar industri perumahan. Para pelaku industri batu bata mencari para pemilik lahan pertanian di Kampung kami untuk menyewakan dan menjual tanah lapisan atas pada lahan pertanian mereka.
Dorongan kondisi ekonomi keluarga membuat para petani pemilik lahan, menyewakan dan menjual tanah lapisan atas pada lahan pertanian mereka. Para petani pemilik lahan tersebut hanya mendapat imbalan ekonomis berupa uang pengganti sesuai luas lahan mereka, yang sangat tidak sebanding dengan resiko kehilangan lahan yang subur untuk jangka waktu yang cukup lama. Lapisan tanah bagian atas yang subur pada lahan pertanian mereka telah hilang, yang berakibat menurunnya produktivitas lahan pertanian yang mereka miliki.
Setelah industri batu bata mengeruk tanah lapisan atas dengan kedalaman rata-rata satu setengah meter, para petani pemilik lahan mendapati lahan mereka menjadi keras dan tidak subur lagi. Selain itu, mereka juga terancam erosi lahan karena tingginya curah hujan dan kontur lahan yang umumnya miring. Para petani pemilik lahan umumnya tidak mengetahui cara efektif untuk mengembalikan kesuburan lahan, selain menanaminya kembali.
Setelah mengkaji beberapa referensi dan melaksanakannya pada lahan percobaan, kami yakin Agroforestry dan pemanfaatan Kompos dari Limbah Ternak dan Limbah Pertanian dapat menjadi solusi yang efektif dan efisien untuk mengembalikan kondisi kesuburan lahan pertanian dan mencegah erosi lahan di kampung kami akibat industri batu bata.